Thursday, June 23, 2011

manusia tanpa label

dari jaman lahir sampai se-gede ini, rasanya ga lepas dengan pe-label-an, secara sadar ato ga sadar, hal ini terus mengelilingi kita, bahkan pe-label-an itu bisa menjadi berlapis2...
norma dan kesusilaan yang di buat manusia demi tatanan hidup yang di harapkan menjadi madani, walopun sampe sekarang, rasanya nama "madani" itu menjadi sesuatu yang sangat sakral dan agung di telinga. karena pada kenyataannya belom ada daerah/manusia/mahluk hidup yg mencapai tingkatan itu...ga tau bagaimana dengan mahluk mati...
mungkin pada detik2 penghembusan nafas terakhir barulah kita akan bisa mengerti dan mencapai "madani" itu, tapi entahlah, itu di luar jangkau sekarang ini.
rasanya kata "budaya", "norma", "kesusilaan", "bahasa" dan sebangsanya yang merupakan perangkat2 dinamis, akan selalu berevolusi dan mengikuti perkembangan manusia tersebut, yang tadinya di harapkan bisa menjadi alat menuju ke-madani-an tersebut, tapi ternyata sejauh ini, semua itu masih belom terjadi...
jadi, bisa di katakan disini bahwa "madani" adalah "harapan hidup" semua manusia, yang mana standard "madani" setiap manusia itu berbeda2 tentunya, tergantung sudut pandang, pengalaman hidup, pola asuh, dan cara berfikir.
oleh karena itu, kita mulai me-label-i setiap bentuk/wujud hidup...entah itu pangkat, proses, dan lainnya.
jujur aja, gw termasuk manusia yang terperangkap dengan pe-label-an itu, walopun masih sebagai objek sejauh ini, di setiap tarikan nafas, di setiap aliran darah, di setiap denyut jantung....sangat menyiksa sebenernya, kehidupan dengan pe-label-an itu, sampai detik ini, barulah tersadar dengan semua itu...
siksaan yang di jalani setiap hari, mejadi tidak terasa lagi, karena sudah terbiasa, seperti "memang bagian dari proses hidup" atau ada yang menyebutnya sebagai "proses pendewasaan".
ada manusia2 tertentu yang dianggap "dunia normal" sebagai "orang gila" atau "pembangkang" atau sebutan lainnya, yang hanya karena mereka "tidak biasa", "tidak seperti manusia pada umumnya", tetapi justru mereka2 lah yang lebih dahulu terlepas dari "pe-label-an" tersebut, namun kita manusia2 yang menyebut dirinya "normal" yang tidak suka alias ngiri setengah mampus dengan "kelepasan" mereka itu, sampai saking ngiri nya kita, kita memasukkan mereka ke dalam kotak2, penggolongan2, dan mengkandang2kan mereka seperti tidak layak untuk menghirup udara dengan gratis, hanya karena mereka minoritas.
nah! kembali ke topik utama, pertanyaannya sekarang, bisakah hidup sebagai manusia tanpa label, yang membebaskan jiwa itu dengan/terlihat/seperti "normal"? dalam sudut pandang manusia "normal": bisa iya dan bisa tidak; iya bisa, karena pe-label-an itu sendiri berlapis2, maka jadinya akan seperti ikan yang melepaskan sisiknya satu persatu, akan dapatkan hidup dengan berdarah2 dan kesakitan dan boncel2 dan ketimpangan2; dan menjadi tidak bisa karena demikian berlapis2nya pe-label-an itu, maka bisa jadi, kita sebenarnya malah makin bersembunyi/terkubur makin dalam di dalam label2 itu....

No comments:

Post a Comment